mentegaterbang
Malam ini tepat pukul 12 malam, buku ini selesai kurampungkan. Ini adalah satu dari segelintir buku yang berhasil membuatku bertahan membaca dan tak sabar ingin segera menamatkannya.  Biasanya tidak lebih dari satu jam, aku akan merasa jenuh dengan isi buku yang kubaca lalu memutuskan untuk membacanya lain kali. Tapi buku ini memang beda. Buku ini berisi novel biografi tokoh idolaku, Ibnu Sina. Siapa yang tidak kenal dokter hebat bin keren ini??? Beliau adalah satu dari tokoh kebanggaan umat Islam. Seorang dokter, ilmuwan, sastrawan, filsuf, ahli metafisika, ahli astronomi yang diakui keahliannya di penjuru negeri hingga bukunya, Qanun fi Ath Thibb, pernah menjadi buku teks wajib mahasiswa kedokteran di Eropa. Hmm..aku sampai tidak bisa berkomentar apa-apa tentang kehebatannya. Hehe apakah aku lebay? Yang jelas dulu aku pernah begitu terobsesi dengan Ibnu Sina hingga aku mengabadikan namanya di samping inisial namaku di samping coretan tanda tanganku (ups)^^
Dalam kurun waktu kira-kira tiga jam, buku berjudul Tawanan Benteng Lapis Tujuh yang berisi 294 lembar (lengkap dengan satu bungkus jamur crispy, rasa pedas tentunya^^) ini berhasil aku khatamkan, sambil sesekali menandai beberapa dialog Ibnu Sina dengan pensil. Dari novel ini saja aku sudah bisa merasakan betapa berwibawanya beliau. Sikapnya yang tegas dalam membela kebenaran, lemah lembut dan sangat peduli terhadap pasiennya..singkat kata beliau adalah orang yang sangat berprinsip. Meskipun hidupnya penuh dengan lika-liku,  Ah..jadi tambah ngefan :)
Jadi flash back ke masa madrasah Tsanawiyah dulu, ketika pertama kalinya mengenal Ibnu Sina lewat buku ensiklopedi Islam milik buya. Dari kecil aku memang sudah bercita-cita jadi dokter, jadi begitu membaca kisah singkat tentang tokoh kedokteran Islam ini, aku sudah jatuh cinta. Sejak saat itu aku semakin mengukuhkan niatku untuk menjadi dokter kelak. Alhamdulillah, Allah mengabulkannya, meskipun di persimpangan jalan itu akhirnya aku memilih jadi dokter gigi.
Oh ya, bicara soal kutipan, ada satu kalimat dari dialog yang sampai detik ini terngiang dalam pikiranku.
“Orang yang bergelut dengan nyawa orang lain seharusnya adalah orang-orang pilihan yang mulia akhlaknya, rendah hati, dan tidak tamak”
Wow, berat sekali ya untuk menjadi seorang dokter..?? Di dunia yang semakin keras ini, sepertinya semakin susah menemukan dokter yang masih bisa berkarakter ideal seperti itu. Semoga kelak aku bisa meneladaninya jika sudah berhasil menyematkan tiga huruf itu di belakang namaku nanti, amin.
Dan satu lagi kutipan favoritku dari buku ini..
“Putus asa saat diuji Tuhan adalah dosa besar”
Semoga aku juga  tetap semangat menghadapi hambatan dan tantangan di dunia kampus pergigian yang sungguh menggemaskan ini.
Semangat!!! :)
0 Responses

Posting Komentar